Tugas PAK dewasa
LAPORAN BACAAN
Nama : Odira Wanimbo
Semester : V Pak
Dosen : Wikanto, M.Pd.K
Mata Kuliah : PAK DEWASA
Semester : V Pak
Dosen : Wikanto, M.Pd.K
Mata Kuliah : PAK DEWASA
Penulis : PAK DEWASA (Pdt. Dr. Daniel
Nuhamara, M.Th.)
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
SIGNIFIKANSI PAK DEWASA
Ada beberapa
signifikansi yang menurut pendapat
yang penting untuk perhatian: Dalam pelayanan kategorial yang diadakan
didalam gereja, tentu sekali ada signifikansinya. Demikian halnya dengan
pendidikan terhadap orang dewasa, ada siginifikansi penting dalam pendidikan
orang dewasa, yakni:
1. Orang
dewasa masih membutuhkan pendidikan dan pembinaan dalam gereja agar mereka
dapat hidup sebagai orang Kristen yang bertanggung jawab dalam dunia kerjanya
(dalam profesi apapun).
2. Orang
dewasa perlu terus dididik agar ia semakin mampu dan terdorong untuk terus
mengemban misi/tugas gereja agar terlibat dalam pelayanan, kesaksian, dan
persekutuan.
3. Orang
dewasa perlu diperlengkapi dengan pemahaman terhadap permasalahan kekristenan,
ditinjau dari perspektif Alkitab, dan orang dewasa didorong untuk mampu dalam
penanggulangan masalah.
4. Orang
dewasa perlu didukung dalam mengaktualisasikan diri dan menjalani hidup secara
bermakna, maka pendidikan orang dewasa sangat penting dalam rangka itu.
Istilah pendidikan orang dewasa sering
disebut dengan Adult Education, Continuing Education, Lifelong Learning
Education, ataupun Andragogy. Sehingga pendidikan orang dewasa menjadi sulit
didefenisikan, sehingga penulis melalui buku ini memberikan elemen-elemen kunci
tentang pendidikan orang dewasa, yakni:
1. Keseluruhan
proses pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sengaja (sadar),
sistematis, dan terus-menerus atau bekelanjutan.
2. Dilakukan
oleh gereja baik sebagai persekutuan iman, maupun organisasi pendidikan lainnya
organisasi para church (organisasi Kristen) maupun lembaga pendidikan Teologi.
3. Ditujukan
kepada warga gereja atau jemaat atau orang Kristen yang secara usia telah
mempunyai peranan social dan merupakan kelanjutan dari pendidikan anak, remaja
dan pemu Bertujuan baik untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman,
peningkatan keterampilan, kepekaan, sikap dan nilai-nilai kristiani.
4. Bertujuan
baik untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, peningkatan keterampilan,
kepekaan, sikap dan nilai-nilai kristian.
5. Merancang
dan membangun program dan pelaksanaannya mempertimbangkan apa yang disebut
andragogy.
6. Apabila
kita memasukkan perspektif “transformatif learning” maka tekanan pada
transformasi perspektif yang kemudian menyumbang pada transformasi social juga
perlu menjadi perhatian ada.
BAB 2
SUATU TINJAUAN HISTORIS
SUATU TINJAUAN HISTORIS
A.
Beberapa Konsep Tentang Belajar
Belajar
merupakan suatu perubahan (apapun) dalam kognisi, afeksi, dan keterampilan yang
umum dari proses belajar. Orang dewasa dapat belajar:
1. Sebagai
akibat dari suatu proses pengalaman yang random.
2. Secara
insidental sebagai akibat dari partisipasi dalam suatu setting formal yang
tujuan utamanya bukan untuk pengajaran.
3. Sebagai
akibat dari aktivitas yang dirancang sendiri atau proyek belajar individual.
4. Melalui
keterlibatan dalam aktivitas pengajaran atau pendidikan.
B.
Institusi Agamawi Dan Pendidikan/Belajar
Orang Dewasa
Model katekumenat adalah model yang primer dari
“adult learning” dalam sebagian besar sejarah kekristenan.Itu berarti bahwa
sebenarnya belajar untuk orang dewasa dalam gereja terjadi dan dikembangkan
diluar setting pendidikan dan pengajaran formal. Secara Alkitabiah, kebenaran
adalah sesuatu kualitas yang hanya dimiliki oleh Allah. Sedangkan pengetahuan,
menurut arti Alkitab tidak terutama berarti kemampuan kognitif untuk memahami
suatu prinsip abstrak, melainkan terutama untuk mengalami seseorang atau
sesuatu.Karena itulah hubungan seksual dalam Alkitab disebut “mengenal
seseorang”.Dalam peristiwa apapun, belajar secara agamawi yang terjadi pada
orang dewasa Kristen sepanjang sejarah adalah “learning by doing religion” (belajar
dengan mempraktikkan agamanya).Dukungan gereja terhadap pendidikan (pengajaran
yang sistematis) tidak dapat dipahami tanpa memahami konteks Yunani-Romawi,
sebab kekristenan sedikit banyak memperoleh pengaruh dari kedua kebudayaan ini,
khususnya dalam kaitannya dengan pendidikan.Dalam tradisi Yahudi, keluarga
adalah fokus utama.
C. Pendidikan
Orang Dewasa Sebagai Pendidikan Tinggi
Sekolah-sekolah Kristen berkembang hampir sama
dengan cara berkembangnya sekolah Yahudi.Umumnya, kurikulum disekolah ini
menekankan belajar Alkitab dan doktrin-doktrinnya.Mengikuti pola Rabbinis dalam
Yudaisme, pusat-pusat pendidikan lanjutan (Pendidikan Tinggi) dimulai kurang
lebih pada awal abad ke-2.Bentuk awal Perguruan Tinggi (sekolah untuk karier
intelektual) berpusat pada teologi, namun mulai merosot lagi pada masa
konstantinus.Pola ini berlanjut terus pada abad-abad pertengahan (abad-abad
kegelapan).Kebanyakan pendidikan orang dewasa dibatasi hanya pada
anggota-anggota luar biasa saja dan juga pada orang-orang dewasa yang terdiri
dari golongan-golongan pemimpin feodal masyarakat.Ketika banyak program
pendidikan agama dibangun untuk orang dewasa jelaslah pula betapa mudahnya
untuk memahami mengapa teologi begitu kuat ditekankan.
D. Penemuan
Adulthood (Hal Orang Dewasa)
Masa dewasa (adulthood) ditemukan bersamaan dengan
penemuan masa kanak-kanak (childhood).Berkaitan dengan perhatian yang diberikan
kepada masa kanak-kanak, maka niat untuk mempelajari secara mendalam dan
sistematis tentang orang dewasa itu dimulai oleh Qoetelet pada pertengahan abad
XIX.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gerakan pendidikan orang dewasa
mempunyai akar dari sekolah-sekolah Rabbinis dan Akademi Kristen (Perguruan
Tinggi Teologi Kristen).
BAB
3
WILAYAH
PERMASALAHAN PAK DEWASA
A. Pendahuluan
McKenzie dalam rangka menyelidiki secara lebih
teliti terhadap gejala nonpartisipasi orang dewasa dalam PAK Dewasa melakukan
suatu penelitian dalam sejumlah jemaat. Hasil penelitiannya mengungkapkan
beberapa faktor penyebab, yakni:Kecenderungan menolak perubahan, Keterasingan,
Marginality, Social Nonaffiliation, Program Nonrelevane, Activity. Menurut
McKenzie akar persoalan dapat digolongkan dalam lima wilayah permasalahan.
Kebanyakan program PAK Dewasa dalam gereja:
1. Didominasi
oleh golongan teolog dan majelis gereja (pejabat gereja).
2. Lebih
menekankan pendidikan dengan tujuan formatif ketimbang pendidikan yang kritis.
3. Terlalu
berpusat pada tema teologis dan kurang memperhatikan hal-hal lain yang juga
dibituhkan oleh orang dewasa.
4. Dilaksanakan
oleh teolog-teolog yang dipersiapkan secara minim sekali dalam bidang
pendidikan sebagai suatu praktek sosial.
5. Dibangun
tanpa dasar penelitian akan kebutuhan.
B. Penentuan
Program Oleh Para Pejabat Gereja
Gereja sebagai suatu persekutuan orang percaya
dipengaruhi oleh kasta yang muncul dalam masyarakat juga kasta dalam zaman PL.
ada golongan rohaniawan, teolog, pejabat gereja yang mempunyai kuasa danada
kelompok mayoritas yang tunduk pada kuasa tersebut. Ada lima alas an pemilikan
power menurut analisa French dan Raven:
1. Expert
power (kuasa karena keahlian).
2. Legitimate
power (kuasa yang disahkan).
3. Coercive
power (kuasa menghukum).
4. Reward
power (kuasa memberi imbalan).
5. Referent
power (didasarkan pada identifikasi mereka yang dipengaruhi kelompok).
C. Pendidikan
Formatif Dan Pendidikan Kritis
Pendidikan formatif menekankan penerimaan yang
begitu saja tentang apa yang diberikan oleh pendidik. Sedangkan pendidikan
kritis menekankan pada pengujian yang evaluatif terhadap apa yang diberikan.
Pendidikan formatif dianggap sebagai suatu proses yang mana seseorang peserta
pendidik dibentuk oleh seorang guru/pengajar menurut beberapa apriori atau
model. Sedangkan pendidikan kritis adalah suatu proses dimana guru dan pelajar
terlibat dalam suatu pencarian yang sistematik terhadap isu-isu yang dihadapi.
D. Fiksasi
Teologis
Fiksasi teologis ialah bahwa seluruh tema dari
program pendidikan orang dewasa itu hanya bersifat teologis dan mengabaikan
sama sekali hal-hal yang sekuler, padahal pengetahuan mengenai keterkaitan
antara hal-hal teologis dengan hal sekuler adalah suatu kebutuhan bagi orang
dewasa.Program jemaat untuk orang dewasa, yang secara eksplisit menawarkan
hanya hal-hal yang religious (agamawi) dan mengabaikan hal-hal yang sekuler.
Sejauh ini ada tiga permasalahan yang ditemukan, yakni: pendidik dalam gereja
menentukan tema pendidikan secara sepihak, tanpa memperhatikan kebutuhan orang
dewasa; pendidikan gereja bagi orang dewasa hanya bersifat formtif; serta
program pendidikan dewasa melulu hanya yang teologis.
E. Persiapan
Dari Para Pendidik Kristen Untuk Orang Dewasa
Rata-rata pengajar di gereja mempunyai gelar
teologi, namun belum pernah mengadakan penelitian pendidikan, dan tidak
mempunyai kredibilitas dalam bidang profesional PAK Dewasa. Nampaknya ada tiga
alas an pokok mengapa para pendidik orang dewasa dalam gereja kurang memiliki
kredibilitas sebagai pendidik orang dewasa:
1. Mereka
dianggap sebagai teolog-teolog yang kebetulan tertarik pada PAK Dewasa.
2. Mereka
cenderung mengisolasikan diri dari bidang pendidikan orang dewasa yang umum.
3. Mereka
menggunakan kata-kata atau istilah bahasa yang mendua arti sehingga kurang
komunikatif.
F. Program
Disusun Tanpa Riset (Research Vacuum)
Baik jurnal maupun majalah yang
diterbitkan untuk PAK Dewasa, dipenuhi dengan potongan-potongan pikiran dengan
spekulasi-spekulasi yang dibumbui dengan hal-hal teologis. Memang hal ini tidak
selalu salah, akan tetapi kurangnya penelitian empiris dalam bidang PAK Dewasa
dalam gereja menyebabkan hambatan yang besar untuk kemajuan yang substantif
dalam bisang tersebut.
G. Tinjauan
Ulang Terhadap Nonpartisipatif
Gejala nonpartsispatif dalam jemaat (orang dewasa)
disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
1. Keengganan
untuk berubah (resistance to change).
2. Keterasingan
(alienation).
3. Keterpinggiran
(marginality).
4. Nonafiliasi
social.
5. Tidak
relevannya program (programme nonrelevance).
6. Kesibukan
kerja.
BAB
4
MENUJU
SUATU TEORI PAK DEWASA
A.
Pendahuluan
Ada yang mengartikan teori sebagai suatu prisnsip,
seperangkat prinsip, analisa dan seperangkat fakta, refleksi yang sifatnya
tidak praktis, suatu penjelasan yang menyeluruh dan mendasar tentang suatu
fenomena, suatu aksioma atau hukum-hukum, suatu hipotesa, dan lain-lain.
B. Teori:
apakah itu?
Analisa arti dalam kamus terhadap kata teori ini
menunjuk pada banyak arti.McKenzie telah menata arti kata itu dari yang agak
sederhana, menuju ke arti yang semakin kompleks. Menurutnya theoreion dapat
berarti:
1. Suatu
tempat dari mana kita melihat.
2. Suatu
tempat dari mana kita melihat berbagai peristiwa.
3. Suatu
tempat dari mana kita melihat berbgai peristiwa sebagai suatu kesatuan, dimana
peristiwa-peristiwa ini berdiri dalam hubungan satu sama lain.
4. Suatu
tempat dari mana kita melihat kepelbagaian peristiwa yang saling terhubung dari
suatu sudut pandang atau acuan tertentu.
5. Suatu
tempat dari mana kita melihat pelbagai peristiwa yang saling terhubung dari
suatu sudut pandang atau acuan tertentu, dengan maksud untuk membangun suatu
penjelasan dari apa yang telah kita lihat.
Jika kita menata elemen-elemen
etimologis yang pokok dari istilah teori, maka kita akan menemukan adanya 4
dimensi teori yang muncul, yaitu:
1. Teori
sebagai perspektif (suatu titik berdiri dimana kita melihat sesuatu).
2. Teori
sebagai visi yang koheren (sesuatu yang dilihat dari titik pandang tertentu;
suatu pemandangan internal dari sejumlah ide dan perasaan).
3. Teori
sebagai proposisi (visi atau pemahaman yang dinyatakan secara terpisah satu
sama lain, atau bisa disebu sebagai model teoritis).
4. Teori
sebagai praktek, praktek merupakan aktualisasi dari teori proposional secara
konkrit. Semua praktek pendidikan didasari oleh teori proposional, mewakili
suatu visi realitas tertentu yang diperoleh dari perspektif tertentu.
a. Fungsi
teori proposional
·
Fungsi explanatory (penjelasan).
·
Fungsi menuntun untuk tindakan.
b. Hubungan
antara teori dan praktik, jika praktiknya membawa hasil yang diinginkan, maka
ada kesesuaian antara teori proposional dan praktik.
C. Karakteristik
Orang Dewasa
Konsep diri orang dewasa berbeda dengan konsep diri
anak, ada perbedaan kualitatif antara pengalaman, kesiapan belajar dan orientasi
orang dewasa dan anak.
1. Konsep
Diri, orang dewasa pada umumnya melihat dirinya sebagai orang yang mandiri,
mempunyai rasa identitas individual.
2. Pengalaman,
orang dewasa lebih banyak mempunyai pengalaman daripada anak; dan juga
pengalaman orang dewasa itu berbeda macamnya/kualitasnya dibandingkan dengan
pengalaman anak kecil.
3. Kesiapan
untuk belajar, perbedaan antara orang dewasa dan anak dalam belajar sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan hidup yang berbeda.
4. Orientasi
terhadap belajar, orang dewasa dan anak mempunyai persepsi waktu yang berbeda,
kebanyakan apa yang dipelajari anak di sekolah tidak dapat diterapkan langsung
dalam kehidupan mereka.
D.
Misi Agamawi (Gereja/Kristiani)
Fungsi kerygmatis gereja adalah untuk mewartakan
suatu berita.Fungsi diakonis adalah untuk melayani mereka dalam kebutuhannya,
sedangkan fungsi koinonis adalah untuk membentuk persekutuan.Setiap fungsi
mencakup dua yang lainnya.
Misi gereja adalah
menjadikan mearning tersedia dengan
cara menyatakan (memberitakan ) kabar baik dan pengajaran Tuhan Yesus sebagai jalan
melyani umat di dalam kebutuhannya
sekuler maupun sakral) dan mementuk
persekutuan (profane maupun liturgis).
BAB 5
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PAK DEWASA
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PAK DEWASA
Ada beberapa
pendekatan-pendekatan dalam pengembangan program PAK Dewasa, yakni:
1.
Pendekatan Pre-Emptive
Memuaskan kebutuhan pendidik. pre-emptive dalam
pengembangan program PAK Dewasa adalah bahwa yang diutamakan adalah memnuhi
kebutuhan pemimpin. Hal ini didasarkan pada kebutuhan pendidik dalam PAK dewasa
untuk mengajarkan sesuatu yang ia inginkan, bukan berdasarkan pada penelitian
tentang kebutuhan dewasa.
2.
Pendekatan Ascriptive
Gaya manajemen atau gaya pembuatan keputusan yang
diasosisikan dengan pendekatan ascriptive ini kadang-kadang bersifat
dominative. Lebih sering yang dipakai adalah gaya persuasif, yakni bahwa
keputusan-keputusan dibuat semata-mata oleh pendidik dan pendidik berusaha
meyakinkan orang dewasa bahwa keputusan tersebut baik dan berharga.
3.
Pendekatan Diagnostik/Preskriptif
Pendidik dalam PAK dewasa berusaha untuk menentukan
kebutuhan yang dirasakan orang dewasa sendiri sebagai sumber data. Data
tersebut tidak langsung diterjemahkan kedalam tujuan-tujuan program.
4.
Pendekatan Analisis/Subskriptif
(Analytic/Subscriptive Approach)
Pendidik dalam PAK Dewasa mengawali pengembangan
program dengan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasikan
berbagai kebutuhan, minat dan keinginan individu orang dewasa yang akan
dididik. Tujuan dari model ini adalah pemenuhan dan pemuasan kebutuhan dan
minat dari individu sehingga topik-topik dalam aktivitas pendidikan akan sangat
bervariasi dan tidak melulu bersifat rohani tetapi juga hal-hal yang berkaitan
dengan kebutuhan yang riil.
5.
Pendekatan Kafetaria
Proses pengembangan program dimulai dengan mendata
narasumber dalam jemaat yang bersedia berbagi pengetahuan dan keterampilannya
dengan sesama anggota jemaat yang lain.
BAB
6
PEMBALAJARAN
TRANSFORMATIF
Malcom
Knowless menyimpulkan, setidaknya ada 4 ciri karakteristik orang dewasa yang
belajar, yaitu:
1. Konsep
diri (Self-Concept), orang dewasa dapat memahami dirinya bukan terutama sebagai
pemakai tetapi sebagai produser, dan bertanggung jawab atas perkembanagannya
sendiri. Ia lebih suka mengarahkan dirinya sendiri ketimbang diarahkan.
2. Pengalaman
(Experience), orang dewasa cenderung memandang suatu hal dari sudut pandang
yang bermacam-macam sesuai dengan jumlah dan jenis pengalamannya.
3. Kesiapan
Belajar (Readiness To Learn), seseorang dimotivasi untuk belajar sesuatu
bilamana dengan mempelajari sesuatu itu seseorang dimampukan untuk
menyelesaikan tugas perkembangannya, yaitu tugas yang dikaitkan dengan tingkat
tertentu dalam perkembangannya sebagai manusia (human development).
4. Orientasi
Terhadap Belajar (Orientation To Learning), bagi orang dewasa ia belajar dalam
rangka untuk mampu memecahkan persoalan. Orang dewasa belajar untuk
mengaplikasikan yang dipelajarinya untuk kemudian hari.
Menurut
Patricia Cranton proses transformasi pribadi dapat terjadi dan tercapai
melalui:
1. Mengalami
suatu dilema yang membuat seseorang tidak terarah/bingung.
2. Menjalani
pengujian diri sendiri.
3. Melakukan
suatu penilaian yang kritis terhadap asumsi peran yang terinternalisasi dan
juga perasaan terasing dari harapan tradisional..
4. Menghubungkan
perasaan ketidakpuasan dengan pengalaman-pengalaman serupa dari orang lain atau
dengan isu umum, dengan menyadari bahwa persoalannya juga merupakan persoalan
orang lain, dan bukan secara ekslusif masalah pribadi.
5. Mencari
opsi-opsi cara baru untuk bertindak.
6. Membangun
kompetensi dan rasa percaya diri untuk peranan-peranan baru.
7. Merencanakan suatu aksi.
8. Berusaha
memperoleh keterampilan untuk menerapkan rencananya.
9. Melakukan
usaha tambahan untuk mencoba peranan baru dan menilai umpan balik.
10. Berintegrasi
kembali dalam masyarakat atas dorongan prspektif baru.
BAB
7
MODEL-MODEL ALTERNATIF PRAKTIK PAK DEWASA
MODEL-MODEL ALTERNATIF PRAKTIK PAK DEWASA
Gereja dapat menyediakan alternatif yang
memungkinkan proses belajar dan bukannya menyerah kepada keadaan. Ada beberapa
contoh model belajar, yakni independent,
berpusat pada peserta didik dan belajar kelompok serta individual:
1. Model
Belajar Independent
Peserta didik independen adalah kawan dalam
perjalanan kita menuju kepada pertumbuhan dan perkembangan. Pelajaran yang
independen biasanya mempunyai gambaran tentang seorang individu yang bekerja
dalam isolasi atau terpisah dari fisilitator, pendidik atau pelajar yang lain,
mereka beriteraksi dengan sumber-sumber non manusia dalam proses belajarnya.
2. Model
Yang Berpusat Pada Pelajar/ Nara Didik
Nara didik memilih sendiri opsi untuk aktivitas
belajar mandiri individual. Hal ini penting karena kebutuhan tiap individu
sangat bervariasi dan apabila hal ini tidak difasilitasi, maka kita kehilangan
kesempatan meminati individu bertumbuh terus menerus.
3.
Model Belajar Kelompok Dan Individual
·
The Learning Covenant
(Perjanjian/Kontrak Belajar)
Model
ini paling efektif dipakai dalam konteks satu dengan satu atau dengan
sekelompok nara didik. Model ini paling efektif ketika ada tujuan khusus yang ingin dipelajari oleh nara didik khususnya dalam kapasitasnya
sendiri.
·
Model Kelompok Yang Saling Tergantung
Model ini
menekankan hubungan kerja antara anggota kelompok. Setiap nara didik tergantung
pada nara didik yang lain untuk saling mendukung dalam proses pembelajaran.
Dukungan diberikan untuk menjamin pencapain tujuan-tujuan dan penyelesaian yang berhasil dari proses
belajar.
Kesimpulan
Orang
dewasa masih membutuhkan
pendidikan dan pembinaan dalam gereja
agar mereka dapat hidup sebagai orang kristen yang bertanggun Jawab
dunia kerjanya dalam
profesi apapun.Bagaimanapu tidak ada batas dari pertumbuhan karena setiap orang harus menyalani seumur hidup. Seorang dewasa
belajar terus-menerus dengan cara
menjalani kehidupan sehari-hari,mengatur kehidupannya menjadi suatu
keutuhan yang koheren dan mengrasikan pengalaman kehidupan sehari-hari dengan
pengalaman sebelumnya. Yakni bahwa pendidikan adalah transmisi
konsep-konsep teologi dan mengabaikan situasi kehidupan dari orang dewasa yang dididik.Apa
yang dihasilkan oleh sistem ini adalah
menentukan tema yang sudah
tetap dan berpaling atau mengabaikan
dunia orang dewasa sehari-hari. Menurut
McKenzin,kenyataan di atas menujukkan
bahwa situasi kehidupan dari
orang dewasa dalam jemaat lokal tertentu
perlu dipelajari,dan bahwa
teknik pengukuran kebutuhan perlu
dikembangkan.
Komentar
Posting Komentar